Sabtu, 30 September 2017

Rumah pengasingan Soekarno di Bengkulu, 1930-an

(klik untuk memperbesar | © KITLV)

Waktu: 1930-an
Tempat: Bengkulu
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde
Catatan: Soekarno diasingkan ke Bengkulu tahun 1938-1942, sementara catatan foto menyebutkan bahwa foto dibuat sekitar 1930-1937; berarti ada kemungkinan foto ini dibuat sebelum Soekarno diasingkan ke sana.

Jumat, 29 September 2017

Ketika hubungan Jepang-Belanda masih baik sebelum Perang Dunia II

Bukittinggi 1923: Acara pengumpulan dana untuk korban gempa bumi dahsyat Kanto
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Jakarta 1936: Konsul Jenderal Jepang di Batavia, Koshida Saichiro (kiri) dan penggantinya Ishizawa Yutaka (kanan)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Jakarta 1937: Duta Jepang di Hindia-Belanda, Kuwashima (duduk kedua dari kanan) bersama para pembesar Belanda
(klik untuk memperbesar | © Kolff & Co, G. / gahetna)
Bogor, Januari 1937: Parade warga Jepang di depan Istana Bogor dalam menyambut pernikahan Putri Juliana dan Pangeran Bernhard
(klik untuk memperbesar | © Kolff & Co, G. / gahetna)

Waktu: 1923, 1936, 1937
Tempat: Bogor, Bukittinggi, Jakarta
Tokoh:
Peristiwa: Bebeapa foto dari hubungan Jepang dan Hindia-Belanda ketika Belanda tampaknya belum menduga bahwa Jepang memiliki keinginan untuk menguasai Hindia-Belandadan mendepak Belanda dari Nusantara.
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Het Nationaal Archief
Catatan:

Kamis, 28 September 2017

Soekarno dan KH Mas Mansur di acara menanam pohon di zaman Jepang

(klik untuk memperbesar | © KITLV)
(klik untuk memperbesar | © KITLV)
Waktu: masa pendudukan Jepang
Tempat: Jakarta (?)
Tokoh: Soekarno (pejuang kemerdekaan; bersetelan putih), KH Mas Mansur (tokoh Muhammadiyah pejuang kemerdekaan; pemimpin doa), Fatmawati (? isteri Soekarno; berkerudung putih)
Peristiwa: Soekarno, KH Mas Mansur, dan beberapa tokoh pergerakan nasional hadir di sebuah acara menanam pohon yang tampaknya diorganisir pemerintah pendudukan Jepang.
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde
Catatan:

Rabu, 27 September 2017

Prototype kapal selam satu-awak Jerman di Yogyakarta, 1949 (2)

Propeler
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
"Kokpit"
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Dua tentara Belanda mengamati purwarupa kapal selam satu-awak Jerman. Dari proporsinya dipastikan si awak tunggal harus terus duduk di dalamnya.
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Tempat torpedo
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)

Waktu: Januari 1949
Tempat: Yogyakarta
Tokoh:
Peristiwa: Ketika Belanda merebut Yogyakarta dalam Aksi Polisionil 2, mereka a.l. menemukan rancangan dan prototype (purwarupa) dari kapal selam satu-awak Jerman. Dikabarkan prototype-nya tidak berfungsi; namun, penemuan ini menjadi menarik karena menimbulkan beberapa pertanyaan seperti "Masih adakah aktifitas tentara Jerman Nazi di wilayah kekuasaan Indonesia hingga 1949?", "Apakah kapal selam satu-awak ini dirancang untuk operasi bunuh diri, mungkin untuk pasukan Jepang?", atau "Mengapa di Yogyakarta yang tidak memiliki akses langsung ke laut?"
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Het Nationaal Archief
Catatan:

Selasa, 26 September 2017

Soekarno berpidato di perkumpulan Indonesia-Jepang

(klik untuk memperbesar | © KITLV)

Waktu: masa pendudukan Jepang
Tempat: Jakarta (?)
Tokoh: Soekarno (pejuang kemerdekaan)
Peristiwa: Soekarno berbicara di depan sebuah acara dari perkumpulan Indonesia-Jepang. Bendera merah putih tampak bersebelahan dengan bendera matahari terbit; acara tampak dipenuhi perwakilan Indonesia, sementara hanya satu perwira Jepang yang terlihat.
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde
Catatan:

Senin, 25 September 2017

Prototype kapal selam satu-awak Jerman di Yogyakarta, 1949 (1)

(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)

Waktu: Januari 1949
Tempat: Yogyakarta
Tokoh:
Peristiwa: Ketika Belanda merebut Yogyakarta dalam Aksi Polisionil 2, mereka a.l. menemukan rancangan dan prototype (purwarupa) dari kapal selam satu-awak Jerman. Dikabarkan prototype-nya tidak berfungsi; namun, penemuan ini menjadi menarik karena menimbulkan beberapa pertanyaan seperti "Masih adakah aktifitas tentara Jerman Nazi di wilayah kekuasaan Indonesia hingga 1949?", "Apakah kapal selam satu-awak ini dirancang untuk operasi bunuh diri, mungkin untuk pasukan Jepang?", atau "Mengapa di Yogyakarta yang tidak memiliki akses langsung ke laut?"
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Het Nationaal Archief
Catatan:

Minggu, 24 September 2017

Soekarno berpidato di depan rombongan sukarelawan untuk membantu Jepang, 1944

(klik untuk memperbesar | © KITLV)

Waktu: 1944
Tempat: Jakarta (?)
Tokoh: Soekarno (pejuang kemerdekaan; bersetelan putih dan peci hitam)
Peristiwa: Soekarno berpidato di depan rombongan sukarelawan yang tampaknya akan dikerahkan untuk membangun fasilitas pertahanan Jepang di Indonesia.
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde
Catatan:

Sabtu, 23 September 2017

Tentara Nazi Jerman yang masih berada di Indonesia setelah Perang Dunia 2, 1947 (3)

Empat tentara Jerman yang tertangkap Belanda di Nongkojajar (Pasuruan), September 1947
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Enam tentara Jeman yang ditahan Belanda di penjara Glodok; 5 di antaranya adalah awak kapal salam U-195 (lihat posting tanggal 22 Februari 2015 dan 21 September 2017)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Hans Philipsen
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Hans Philipsen
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
J.F.W. Rautert
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
J.F.W. Rautert
(klik untuk memperbesar | © gahetna)

Waktu: 1947
Tempat: Pasuruan, Jakarta
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Het Nationaal Archief
Catatan: Nama-nama tentara Jerman di foto kedua adalah (berdiri kiri ke kanan) Hans Philipsen, Frits Arp, Herbert Weber; dan Heinz Ulrich, Erich Doring, Alfred Pschunder (jongkok kiri ke kanan).

Jumat, 22 September 2017

Parade milisi Indonesia di depan pembesar Jepang dan Soekarno

(klik untuk memperbesar | © KITLV)

Waktu: masa pendudukan Jepang
Tempat: Jakarta
Tokoh: Soekarno (pejuang kemerdekaan; bersetelan putih di latar belakang)
Peristiwa: Milisi Indonesia berbaris di depan para pembesar militer Jepang, dan Soekarno (bersetelan putih), di halaman Istana Merdeka sekarang. Barisan dan Soekarno tampak diperbolehkan membawa bendera merah putih, sementara para perwira Jepang memegang bendera matahari terbit.
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde
Catatan:

Kamis, 21 September 2017

Tentara Nazi Jerman yang masih berada di Indonesia setelah Perang Dunia 2, 1947 (2)

Komandan Mesin Herbert Weber (lahir 3 Juni 1914 di Leutersdorf)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Letnan Satu Fritz Arp, wakil komandan kapal selam U-195 (lahir 16 Januari 1915 di Burg auf Friehmar)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Kopral Heinz Ulrich (lahir 14 Agustus 1924 di Berlin)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Sersan Erich Döring (lahir 29 Maret 1921 di Mühlhausen)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Alfred Pschunder (lahir 24 DeSember 1918)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Waktu: Agustus 1947
Tempat: Malang
Tokoh:
Peristiwa: Kelima orang di atas adalah awak kapal selam U-195 yang menolak menyerah ke pihak Belanda/sekutu meskipun Jerman sudah kalah perang. Dikabarkan mereka hendak bergabung ke pihak pejuang, namun tertangkap Belanda dan ditahan a.l. di penjara Glodok dan di Malang.
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Het Nationaal Archief
Catatan:

Selasa, 19 September 2017

Gombong sebagai tempat pertukaran warga militer antara Indonesia dan Belanda, 1948 (15)

PENGANTAR

Perjanjian Renville memiliki banyak peristiwa lanjutan. Sebelum ini sudah kita lihat di beberapa posting sebelumnya bagaimana TNI harus hijrah dari beberapa wilayah menuju daerah yang diakui sebagai area kekuasaan Republik Indonesia. Selain itu terjadi pula pertukaran militer dari wilayah kekuasaan Belanda ke daerah Republik, dan sebaliknya.

Belanda, misalnya menyerahkan ratusan pejuang yang ditahan Belanda. Belanda juga memberangkatkan beberapa anak-isteri dari pejuang TNI ke wilayah Republik. Sebaliknya, Republik Indonesia juga menyerahkan keluarga KNIL yang selama ini berada di wilayah kekuasan Republik dan terputus hubungan dengan kerabat KNIL mereka.

Selain itu, Republik juga menyerahkan para prajurit Inggris asal jazirah Hindia yang membelot dan berjuang di pihak Indonesia. Tentara-tentara India ini kemudian dikembalikan Belanda ke tanah kelahiran mereka. Menarik pula bahwa ternyata masih ada sisa-sisa Nazi Jerman yang berlindung di wilayah Republik. Setelah perjanjian Renville; Indonesia juga menyerahkan warga-warga Jerman ini.

Gombong, sebuah kecamatan di Kebumen, Jawa Tengah, memainkan peranan penting di peristiwa-peristiwa ini. Lokasinya di perbatasan antara wilayah yang dikuasai Belanda dengan area kekuasan Republik, serta adanya stasiun kereta api, membuat kota ini dipilih menjadi tempat di mana serah-terima di atas berlangsung.

Perbincangan antara pihak Republik Indonesia dengan Belanda di saat penyerahan warga, dengan disaksikan dua perwira militer dari Inggris dan Amerika
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Tiga dari warga Jerman, salah satunya adalah seorang sersan Kriegsmarine (Angkatan Laut), yang ikut diberangkatkan ke wilayah kekuasaan Belanda.
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Sebagian dari warga Jerman yang diberangkatkan dari wilayah Republik Indonesia.
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Kedatangan para warga Jerman di stasiun Manggarai, sebelum dibawa ke sebuah kamp (yang sayang tidak disebutkan di mana).
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Waktu: 11 Juli 1948
Tempat: Gombong
Tokoh:
Peristiwa: Pada tanggal 11 Juli 1948 pihak Republik Indonesia kembali menyerahkan warga dan kerabat KNIL yang sebelumnya masih berada di wilayah para pejuang. Kali ini, proses pemberangkatan ke wilayah kekuasaan Belanda diikuti pula oleh beberapa warga Jerman yang selama ini berada di wilayah Republik.
Fotografer: J.G. Enkelaar (foto nomer 1, 2, dan 4); R.G. Jonkman (foto nomer 3)
Sumber / Hak cipta: Het Nationaal Archief
Catatan:

Senin, 18 September 2017

Perang Aceh: Wajah-wajah warga Aceh di masa perang (2)

1876: Warga Aceh bersenjata
(klik untuk memperbesar | © KITLV)
1892: Beberapa pemuka Aceh bersama dua petinggi Belanda di Kutaraja
(klik untuk memperbesar | © KITLV)
1894: Salah satu isteri Teuku Umar dan pengiringnya di Pulo Raya
(klik untuk memperbesar | © KITLV)
Waktu: 1876, 1892, 1894
Tempat: Aceh
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde
Catatan: Catatan foto kedua menyebutkan nama-nama Teuku Syekh Tunkup, Teuku Nyah Bantah, Teuku Nya Mohamad, Teuku Nya Daud, Teuku Neg Muda Setia Rajah, Teuku Malikul Adil, Teuku Machmud, Panglima Mesjid Raya, Pangeran Husain, Kecik Umar, Yusuf, Haji Abdullah, Abu Bakr, sementara dari pihak Belanda H.P.A. Bakker dan J.B. Léon.


UPDATE 4 Desember 2019
Foto terakhir dalam ukuran yang lebih besar:

(klik untuk memperbesar | © Universiteit Leiden)

Minggu, 17 September 2017

Gombong sebagai tempat pertukaran warga militer antara Indonesia dan Belanda, 1948 (14)

PENGANTAR

Perjanjian Renville memiliki banyak peristiwa lanjutan. Sebelum ini sudah kita lihat di beberapa posting sebelumnya bagaimana TNI harus hijrah dari beberapa wilayah menuju daerah yang diakui sebagai area kekuasaan Republik Indonesia. Selain itu terjadi pula pertukaran militer dari wilayah kekuasaan Belanda ke daerah Republik, dan sebaliknya.

Belanda, misalnya menyerahkan ratusan pejuang yang ditahan Belanda. Belanda juga memberangkatkan beberapa anak-isteri dari pejuang TNI ke wilayah Republik. Sebaliknya, Republik Indonesia juga menyerahkan keluarga KNIL yang selama ini berada di wilayah kekuasan Republik dan terputus hubungan dengan kerabat KNIL mereka.

Selain itu, Republik juga menyerahkan para prajurit Inggris asal jazirah Hindia yang membelot dan berjuang di pihak Indonesia. Tentara-tentara India ini kemudian dikembalikan Belanda ke tanah kelahiran mereka. Menarik pula bahwa ternyata masih ada sisa-sisa Nazi Jerman yang berlindung di wilayah Republik. Setelah perjanjian Renville; Indonesia juga menyerahkan warga-warga Jerman ini.

Gombong, sebuah kecamatan di Kebumen, Jawa Tengah, memainkan peranan penting di peristiwa-peristiwa ini. Lokasinya di perbatasan antara wilayah yang dikuasai Belanda dengan area kekuasan Republik, serta adanya stasiun kereta api, membuat kota ini dipilih menjadi tempat di mana serah-terima di atas berlangsung.

Pihak TNI memeriksa daftar warga dan kerabat KNIL yang akan diserahkan ke pihak Belanda, dengan disaksikan oleh pengamat militer dari Skotlandia
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Warga dan kerabat KNIL yang diberangkatkan ke wilayah yang dkuasai Belanda
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Warga dan kerabat KNIL yang diberangkatkan ke wilayah yang dkuasai Belanda
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Tim palang merah Belanda yang menerima dan mendampingi pemberangkatan warga dan kerabat KNIL dari Gombong ke wilayah kekuasaan Belanda
(klik untuk memperbesar | © gahetna)

Waktu: 28 Juni 1948 (3 foto pertama), 8 Agustus 1948 (foto terakhir)
Tempat: Gombong
Tokoh:
Peristiwa: Pada tanggal 28 Juni 1948 pihak Republik Indonesia kembali menyerahkan warga dan kerabat KNIL yang sebelumnya berada di wilayah kekuasaan Republik.
Fotografer: J.G. Enkelaar (tiga foto pertama), van Overbeek (foto terakhir)
Sumber / Hak cipta: Het Nationaal Archief
Catatan:

Sabtu, 16 September 2017

Dua foto Teuku Umar dari arsip Belanda, 1890

(klik untuk memperbesar | © KITLV)
(klik untuk memperbesar | © KITLV)

Waktu: 1890
Tempat: Aceh
Tokoh: Teuku Umar (pejuang penentang kekuasaan Belanda di Aceh)
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde
Catatan: Foto di atas tampaknya sengaja dipotong sehingga dua perwira Belanda di kiri dan kanan menjadi hilang (hanya terlihat sebagian celana putihnya saja). Foto bawah tidak diketahui dipotong dari foto mana yang lebih besar.

Jumat, 15 September 2017

Gombong sebagai tempat pertukaran warga militer antara Indonesia dan Belanda, 1948 (13)

PENGANTAR

Perjanjian Renville memiliki banyak peristiwa lanjutan. Sebelum ini sudah kita lihat di beberapa posting sebelumnya bagaimana TNI harus hijrah dari beberapa wilayah menuju daerah yang diakui sebagai area kekuasaan Republik Indonesia. Selain itu terjadi pula pertukaran militer dari wilayah kekuasaan Belanda ke daerah Republik, dan sebaliknya.

Belanda, misalnya menyerahkan ratusan pejuang yang ditahan Belanda. Belanda juga memberangkatkan beberapa anak-isteri dari pejuang TNI ke wilayah Republik. Sebaliknya, Republik Indonesia juga menyerahkan keluarga KNIL yang selama ini berada di wilayah kekuasan Republik dan terputus hubungan dengan kerabat KNIL mereka.

Selain itu, Republik juga menyerahkan para prajurit Inggris asal jazirah Hindia yang membelot dan berjuang di pihak Indonesia. Tentara-tentara India ini kemudian dikembalikan Belanda ke tanah kelahiran mereka. Menarik pula bahwa ternyata masih ada sisa-sisa Nazi Jerman yang berlindung di wilayah Republik. Setelah perjanjian Renville; Indonesia juga menyerahkan warga-warga Jerman ini.

Gombong, sebuah kecamatan di Kebumen, Jawa Tengah, memainkan peranan penting di peristiwa-peristiwa ini. Lokasinya di perbatasan antara wilayah yang dikuasai Belanda dengan area kekuasan Republik, serta adanya stasiun kereta api, membuat kota ini dipilih menjadi tempat di mana serah-terima di atas berlangsung.

(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Waktu: 22 Mei 1948
Tempat: Jakarta
Tokoh:
Peristiwa: Pada tanggal 27 Mei 1948 pihak Republik Indonesia dan Belanda bertemu di jembatan Gombong dalam rangka penyerahan para prajurit asal jazirah Hindia yang selama ini berjuang di pihak Indonesia. Para prajurit ini kemudian diberangkatkan ke Jakarta dengan kereta, untuk kemudian dipulangkan ke tanah air mereka dengan menggunakan kapal melalui Tanjung Priuk.
Foto-foto memperlihatkan kedatanagn mereka di Jakarta dan transportasi lanjutan menuju Tanjung Priuk.
Fotografer: N. Kroeze
Sumber / Hak cipta: Het Nationaal Archief
Catatan: