Minggu, 30 April 2017

TNI hijrah dari Purwakarta (2): Apel pasukan TNI di tempat kumpul

PENGANTAR

Perundingan Renville menghasilkan keputusan yang diperdebatkan: di satu sisi, Belanda mengakui secara resmi eksistensi Republik Indonesia; di sisi lain, Republik Indonesia hanya diakui di Yogyakarta serta sebagian dari wilayah Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Salah satu konsekuensinya adalah bahwa pasukan TNI harus hengkang dari luar wilayah itu. Maka dimulailah proses perpindahan pejuang TNI secara besar-besaran yang dikenal dengan istilah hijrah.

Banyak wilayah di Jawa Barat menjadi tempat awal proses hijrah. Pasukan TNI berkumpul a.l. di Cianjur, Cicurug, Ciwidey, Kuningan, Purwakarta, dan Sukabumi untuk meninggalkan kampung halaman dan tempat perjuangan menuju Jawa Tengah. Tapi bukan hanya dari Jawa Barat, proses hijrah juga tercatat terjadi di Sumatera Selatan (pangkalan udara Karang Endah, Gelumbang, Muara Enim), Jawa Tengah (Banyumas, Kroya), dan Jawa Timur (Bangil).

Pihak Belanda lumayan banyak membuat foto dari peristiwa ini. Betapa tidak, inilah kesempatan Belanda untuk mendokumentasikan pejuang TNI tanpa harus takut adanya baku tembak.

Kita akan lihat bagaimana pasukan TNI sebagian besar berperlengkapan seadanya, bahkan sering tanpa alas kaki. Tapi ini semua tidak menghalangi mereka untuk berbaris dengan bangga memasuki area permulaan hijrah. Ini akan sangat mendukung pernyataan bahwa TNI itu memang "berasal dari rakyat".

Beberapa foto lain akan memperlihatkan bagaimana beragamnya senjata TNI. Senjata-senjata itu harus diserahkan ke pihak Belanda sebelum proses hijrah dimulai. Kita akan lihat senapan dan mitraliur, granat dan ranjau, hingga ke pedang samurai Jepang, bahkan sampai ke ban-ban mobil untuk diserahkan ke pihak Belanda.

Kita juga akan lihat bahwa pasukan TNI bukan hanya lelaki, tetapi juga dari kaum perempuan. Ini sangat menarik buat pihak Belanda sehingga mereka membuat beberapa foto dari para pejuang wanita ini. Selain pejuang wanita, Belanda juga mencatat bahwa ada juga pejuang TNI yang masih bisa dikategorikan sebagai anak-anak. Selain itu, juru foto Belanda memperlihatkan bagaimana isteri dan keluarga pejuang TNI rela ikut meninggalkan kampung halaman mereka menuju wilayah baru yang boleh jadi tidak pernah mereka kenal atau lihat sebelumnya.

Selanjutnya, di beberapa foto akan kita lihat bagaimana pejuang TNI bisa ngobrol santai dengan pasukan Belanda, malah berfoto bersama sambil tersenyum. Suatu hal yang boleh jadi tak terbayangkan sebelumnya ketika kedua belah pihak masih saling bertempur.

Selamat menyimak bagian dari sejarah kita ini!

(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)

(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Waktu: 8 Februari 1948
Tempat: Purwakarta (Jawa Barat)
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer: H. Wakker
Sumber / Hak cipta: Het Nationaal Archief
Catatan:

Sabtu, 29 April 2017

Para perwakilan rakyat berbicara di Sidang BP-KNIP di Malang, 1947

(klik untuk memperbesar | © fotoleren)
(klik untuk memperbesar | © fotoleren)
(klik untuk memperbesar | © fotoleren)
(klik untuk memperbesar | © fotoleren)
(klik untuk memperbesar | © fotoleren)
Waktu: Februari/Maret 1947
Tempat: Malang
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer: Cas Oorthuys
Sumber / Hak cipta: Fotoleren
Catatan:

Jumat, 28 April 2017

TNI hijrah dari Purwakarta (1): Barisan pasukan TNI di tempat berkumpul

PENGANTAR

Perundingan Renville menghasilkan keputusan yang diperdebatkan: di satu sisi, Belanda mengakui secara resmi eksistensi Republik Indonesia; di sisi lain, Republik Indonesia hanya diakui di Yogyakarta serta sebagian dari wilayah Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Salah satu konsekuensinya adalah bahwa pasukan TNI harus hengkang dari luar wilayah itu. Maka dimulailah proses perpindahan pejuang TNI secara besar-besaran yang dikenal dengan istilah hijrah.

Banyak wilayah di Jawa Barat menjadi tempat awal proses hijrah. Pasukan TNI berkumpul a.l. di Cianjur, Cicurug, Ciwidey, Kuningan, Purwakarta, dan Sukabumi untuk meninggalkan kampung halaman dan tempat perjuangan menuju Jawa Tengah. Tapi bukan hanya dari Jawa Barat, proses hijrah juga tercatat terjadi di Sumatera Selatan (pangkalan udara Karang Endah, Gelumbang, Muara Enim), Jawa Tengah (Banyumas, Kroya), dan Jawa Timur (Bangil).

Pihak Belanda lumayan banyak membuat foto dari peristiwa ini. Betapa tidak, inilah kesempatan Belanda untuk mendokumentasikan pejuang TNI tanpa harus takut adanya baku tembak.

Kita akan lihat bagaimana pasukan TNI sebagian besar berperlengkapan seadanya, bahkan sering tanpa alas kaki. Tapi ini semua tidak menghalangi mereka untuk berbaris dengan bangga memasuki area permulaan hijrah. Ini akan sangat mendukung pernyataan bahwa TNI itu memang "berasal dari rakyat".

Beberapa foto lain akan memperlihatkan bagaimana beragamnya senjata TNI. Senjata-senjata itu harus diserahkan ke pihak Belanda sebelum proses hijrah dimulai. Kita akan lihat senapan dan mitraliur, granat dan ranjau, hingga ke pedang samurai Jepang, bahkan sampai ke ban-ban mobil untuk diserahkan ke pihak Belanda.

Kita juga akan lihat bahwa pasukan TNI bukan hanya lelaki, tetapi juga dari kaum perempuan. Ini sangat menarik buat pihak Belanda sehingga mereka membuat beberapa foto dari para pejuang wanita ini. Selain pejuang wanita, Belanda juga mencatat bahwa ada juga pejuang TNI yang masih bisa dikategorikan sebagai anak-anak. Selain itu, juru foto Belanda memperlihatkan bagaimana isteri dan keluarga pejuang TNI rela ikut meninggalkan kampung halaman mereka menuju wilayah baru yang boleh jadi tidak pernah mereka kenal atau lihat sebelumnya.

Selanjutnya, di beberapa foto akan kita lihat bagaimana pejuang TNI bisa ngobrol santai dengan pasukan Belanda, malah berfoto bersama sambil tersenyum. Suatu hal yang boleh jadi tak terbayangkan sebelumnya ketika kedua belah pihak masih saling bertempur.

Selamat menyimak bagian dari sejarah kita ini!

(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)

Waktu: 8 Februari 1948
Tempat: Purwakarta (Jawa Barat)
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer: H. Wakker
Sumber / Hak cipta: Het Nationaal Archief
Catatan:

Kamis, 27 April 2017

Elias Jan Bonai dilantik sebagai Gubernur Irian Barat, 6 Mei 1963

(klik untuk memperbesar | © spaarnestad)
Waktu: 6 Mei 1963
Tempat: Jayapura
Tokoh: Elias Jan Bonai (Gubernur Irian Barat 1963-1964; berpeci)
Peristiwa: Elias Jan Bonai menandatangani dokumen jabatan pengangkatannya sebagai gubernur setelah Irian Barat resmi menjadi salah satu provinsi Indonesia mulai 1 Mei 1963.
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Spaarnestad Photo
Catatan:

Rabu, 26 April 2017

TNI hijrah dari Kuningan (18): Militer Belanda mangambil alih Kuningan

PENGANTAR

Perundingan Renville menghasilkan keputusan yang diperdebatkan: di satu sisi, Belanda mengakui secara resmi eksistensi Republik Indonesia; di sisi lain, Republik Indonesia hanya diakui di Yogyakarta serta sebagian dari wilayah Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Salah satu konsekuensinya adalah bahwa pasukan TNI harus hengkang dari luar wilayah itu. Maka dimulailah proses perpindahan pejuang TNI secara besar-besaran yang dikenal dengan istilah hijrah.

Banyak wilayah di Jawa Barat menjadi tempat awal proses hijrah. Pasukan TNI berkumpul a.l. di Cianjur, Cicurug, Ciwidey, Kuningan, Purwakarta, dan Sukabumi untuk meninggalkan kampung halaman dan tempat perjuangan menuju Jawa Tengah. Tapi bukan hanya dari Jawa Barat, proses hijrah juga tercatat terjadi di Sumatera Selatan (pangkalan udara Karang Endah, Gelumbang, Muara Enim), Jawa Tengah (Banyumas, Kroya), dan Jawa Timur (Bangil).

Pihak Belanda lumayan banyak membuat foto dari peristiwa ini. Betapa tidak, inilah kesempatan Belanda untuk mendokumentasikan pejuang TNI tanpa harus takut adanya baku tembak.

Kita akan lihat bagaimana pasukan TNI sebagian besar berperlengkapan seadanya, bahkan sering tanpa alas kaki. Tapi ini semua tidak menghalangi mereka untuk berbaris dengan bangga memasuki area permulaan hijrah. Ini akan sangat mendukung pernyataan bahwa TNI itu memang "berasal dari rakyat".

Beberapa foto lain akan memperlihatkan bagaimana beragamnya senjata TNI. Senjata-senjata itu harus diserahkan ke pihak Belanda sebelum proses hijrah dimulai. Kita akan lihat senapan dan mitraliur, granat dan ranjau, hingga ke pedang samurai Jepang, bahkan sampai ke ban-ban mobil untuk diserahkan ke pihak Belanda.

Kita juga akan lihat bahwa pasukan TNI bukan hanya lelaki, tetapi juga dari kaum perempuan. Ini sangat menarik buat pihak Belanda sehingga mereka membuat beberapa foto dari para pejuang wanita ini. Selain pejuang wanita, Belanda juga mencatat bahwa ada juga pejuang TNI yang masih bisa dikategorikan sebagai anak-anak. Selain itu, juru foto Belanda memperlihatkan bagaimana isteri dan keluarga pejuang TNI rela ikut meninggalkan kampung halaman mereka menuju wilayah baru yang boleh jadi tidak pernah mereka kenal atau lihat sebelumnya.

Selanjutnya, di beberapa foto akan kita lihat bagaimana pejuang TNI bisa ngobrol santai dengan pasukan Belanda, malah berfoto bersama sambil tersenyum. Suatu hal yang boleh jadi tak terbayangkan sebelumnya ketika kedua belah pihak masih saling bertempur.

Selamat menyimak bagian dari sejarah kita ini!

(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)

Waktu: 10 Februari 1948
Tempat: Kuningan (Jawa Barat)
Tokoh:
Peristiwa: Dengan perginya truk terakhir yang mengangkut prajurit TNI dari Kuningan, maka militer Belanda secara simbolis dan faktual memasuki Kuningan, menempatkan pasukannya, dan mengibarkan bendera merah-putih-biru.
Fotografer: N. Kroeze
Sumber / Hak cipta: Het Nationaal Archief
Catatan: 

Selasa, 25 April 2017

Adnan Kapau Gani, Amir Syarifuddin, Mohammad Roem, dan Sutan Sjahrir di Sidang BP-KNIP 1947 di Malang

Amir Syarifuddin
(klik untuk memperbesar | © fotoleren)
Amir Syarifuddin dan Sutan Sjahrir
(klik untuk memperbesar | © fotoleren)
Mohammad Roem (kiri) dan Adnan Kapau Gani (kanan)
(klik untuk memperbesar | © fotoleren)
Amir Syarifuddin, Sutan Sjahrir, dan Mohammad Roem
(klik untuk memperbesar | © fotoleren)
Waktu: Februari/Maret 1947
Tempat: Malang
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer: Cas Oorthuys
Sumber / Hak cipta: Fotoleren
Catatan:

Senin, 24 April 2017

TNI hijrah dari Kuningan (17): Prajurit TNI diangkut truk meninggalkan Kuningan

PENGANTAR

Perundingan Renville menghasilkan keputusan yang diperdebatkan: di satu sisi, Belanda mengakui secara resmi eksistensi Republik Indonesia; di sisi lain, Republik Indonesia hanya diakui di Yogyakarta serta sebagian dari wilayah Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Salah satu konsekuensinya adalah bahwa pasukan TNI harus hengkang dari luar wilayah itu. Maka dimulailah proses perpindahan pejuang TNI secara besar-besaran yang dikenal dengan istilah hijrah.

Banyak wilayah di Jawa Barat menjadi tempat awal proses hijrah. Pasukan TNI berkumpul a.l. di Cianjur, Cicurug, Ciwidey, Kuningan, Purwakarta, dan Sukabumi untuk meninggalkan kampung halaman dan tempat perjuangan menuju Jawa Tengah. Tapi bukan hanya dari Jawa Barat, proses hijrah juga tercatat terjadi di Sumatera Selatan (pangkalan udara Karang Endah, Gelumbang, Muara Enim), Jawa Tengah (Banyumas, Kroya), dan Jawa Timur (Bangil).

Pihak Belanda lumayan banyak membuat foto dari peristiwa ini. Betapa tidak, inilah kesempatan Belanda untuk mendokumentasikan pejuang TNI tanpa harus takut adanya baku tembak.

Kita akan lihat bagaimana pasukan TNI sebagian besar berperlengkapan seadanya, bahkan sering tanpa alas kaki. Tapi ini semua tidak menghalangi mereka untuk berbaris dengan bangga memasuki area permulaan hijrah. Ini akan sangat mendukung pernyataan bahwa TNI itu memang "berasal dari rakyat".

Beberapa foto lain akan memperlihatkan bagaimana beragamnya senjata TNI. Senjata-senjata itu harus diserahkan ke pihak Belanda sebelum proses hijrah dimulai. Kita akan lihat senapan dan mitraliur, granat dan ranjau, hingga ke pedang samurai Jepang, bahkan sampai ke ban-ban mobil untuk diserahkan ke pihak Belanda.

Kita juga akan lihat bahwa pasukan TNI bukan hanya lelaki, tetapi juga dari kaum perempuan. Ini sangat menarik buat pihak Belanda sehingga mereka membuat beberapa foto dari para pejuang wanita ini. Selain pejuang wanita, Belanda juga mencatat bahwa ada juga pejuang TNI yang masih bisa dikategorikan sebagai anak-anak. Selain itu, juru foto Belanda memperlihatkan bagaimana isteri dan keluarga pejuang TNI rela ikut meninggalkan kampung halaman mereka menuju wilayah baru yang boleh jadi tidak pernah mereka kenal atau lihat sebelumnya.

Selanjutnya, di beberapa foto akan kita lihat bagaimana pejuang TNI bisa ngobrol santai dengan pasukan Belanda, malah berfoto bersama sambil tersenyum. Suatu hal yang boleh jadi tak terbayangkan sebelumnya ketika kedua belah pihak masih saling bertempur.

Selamat menyimak bagian dari sejarah kita ini!

(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)

Waktu: 6 Februari 1948
Tempat: Kuningan (Jawa Barat)
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer: N. Kroeze
Sumber / Hak cipta: Het Nationaal Archief
Catatan: Kemungkinan besar proses hijrah TNI dari Kuningan dilaksanakan dalam beberapa tahap yang berlangsung dari tanggal 6 hingga 10 Februari 1948. Karenanya foto-foto ini berasal dari pelbagai tanggal.

Sabtu, 22 April 2017

TNI hijrah dari Kuningan (16): Perwira Belanda di tempat persiapan hijrah

PENGANTAR

Perundingan Renville menghasilkan keputusan yang diperdebatkan: di satu sisi, Belanda mengakui secara resmi eksistensi Republik Indonesia; di sisi lain, Republik Indonesia hanya diakui di Yogyakarta serta sebagian dari wilayah Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Salah satu konsekuensinya adalah bahwa pasukan TNI harus hengkang dari luar wilayah itu. Maka dimulailah proses perpindahan pejuang TNI secara besar-besaran yang dikenal dengan istilah hijrah.

Banyak wilayah di Jawa Barat menjadi tempat awal proses hijrah. Pasukan TNI berkumpul a.l. di Cianjur, Cicurug, Ciwidey, Kuningan, Purwakarta, dan Sukabumi untuk meninggalkan kampung halaman dan tempat perjuangan menuju Jawa Tengah. Tapi bukan hanya dari Jawa Barat, proses hijrah juga tercatat terjadi di Sumatera Selatan (pangkalan udara Karang Endah, Gelumbang, Muara Enim), Jawa Tengah (Banyumas, Kroya), dan Jawa Timur (Bangil).

Pihak Belanda lumayan banyak membuat foto dari peristiwa ini. Betapa tidak, inilah kesempatan Belanda untuk mendokumentasikan pejuang TNI tanpa harus takut adanya baku tembak.

Kita akan lihat bagaimana pasukan TNI sebagian besar berperlengkapan seadanya, bahkan sering tanpa alas kaki. Tapi ini semua tidak menghalangi mereka untuk berbaris dengan bangga memasuki area permulaan hijrah. Ini akan sangat mendukung pernyataan bahwa TNI itu memang "berasal dari rakyat".

Beberapa foto lain akan memperlihatkan bagaimana beragamnya senjata TNI. Senjata-senjata itu harus diserahkan ke pihak Belanda sebelum proses hijrah dimulai. Kita akan lihat senapan dan mitraliur, granat dan ranjau, hingga ke pedang samurai Jepang, bahkan sampai ke ban-ban mobil untuk diserahkan ke pihak Belanda.

Kita juga akan lihat bahwa pasukan TNI bukan hanya lelaki, tetapi juga dari kaum perempuan. Ini sangat menarik buat pihak Belanda sehingga mereka membuat beberapa foto dari para pejuang wanita ini. Selain pejuang wanita, Belanda juga mencatat bahwa ada juga pejuang TNI yang masih bisa dikategorikan sebagai anak-anak. Selain itu, juru foto Belanda memperlihatkan bagaimana isteri dan keluarga pejuang TNI rela ikut meninggalkan kampung halaman mereka menuju wilayah baru yang boleh jadi tidak pernah mereka kenal atau lihat sebelumnya.

Selanjutnya, di beberapa foto akan kita lihat bagaimana pejuang TNI bisa ngobrol santai dengan pasukan Belanda, malah berfoto bersama sambil tersenyum. Suatu hal yang boleh jadi tak terbayangkan sebelumnya ketika kedua belah pihak masih saling bertempur.

Selamat menyimak bagian dari sejarah kita ini!

Kapten J.W.H. Nix, komandan skuadron tank Belanda
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Kapten Nix bersama perwira Belanda lain, kemungkinan juga tentara Belanda lokal
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Waktu: 10 Februari 1948
Tempat: Kuningan (Jawa Barat)
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer: N. Kroeze
Sumber / Hak cipta: Het Nationaal Archief
Catatan: Kemungkinan besar proses hijrah TNI dari Kuningan dilaksanakan dalam beberapa tahap yang berlangsung dari tanggal 6 hingga 10 Februari 1948. Karenanya foto-foto ini berasal dari pelbagai tanggal.

Jumat, 21 April 2017

Rajiman Wedyodiningrat memimpin Sidang BP-KNIP di Malang, 1947

(klik untuk memperbesar | © fotoleren)
(klik untuk memperbesar | © fotoleren)
Waktu: Februari/Maret 1947
Tempat: Malang
Tokoh: Dr. Kanjeng Raden Tumenggung Rajiman Wedyodiningrat (memakai blangkon; tokoh pergerakan kemerdekaan)
Peristiwa:
Fotografer: Cas Oorthuys
Sumber / Hak cipta: Fotoleren
Catatan:

Kamis, 20 April 2017

TNI hijrah dari Kuningan (15): Para isteri prajurit TNI siap diangkut truk

PENGANTAR

Perundingan Renville menghasilkan keputusan yang diperdebatkan: di satu sisi, Belanda mengakui secara resmi eksistensi Republik Indonesia; di sisi lain, Republik Indonesia hanya diakui di Yogyakarta serta sebagian dari wilayah Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Salah satu konsekuensinya adalah bahwa pasukan TNI harus hengkang dari luar wilayah itu. Maka dimulailah proses perpindahan pejuang TNI secara besar-besaran yang dikenal dengan istilah hijrah.

Banyak wilayah di Jawa Barat menjadi tempat awal proses hijrah. Pasukan TNI berkumpul a.l. di Cianjur, Cicurug, Ciwidey, Kuningan, Purwakarta, dan Sukabumi untuk meninggalkan kampung halaman dan tempat perjuangan menuju Jawa Tengah. Tapi bukan hanya dari Jawa Barat, proses hijrah juga tercatat terjadi di Sumatera Selatan (pangkalan udara Karang Endah, Gelumbang, Muara Enim), Jawa Tengah (Banyumas, Kroya), dan Jawa Timur (Bangil).

Pihak Belanda lumayan banyak membuat foto dari peristiwa ini. Betapa tidak, inilah kesempatan Belanda untuk mendokumentasikan pejuang TNI tanpa harus takut adanya baku tembak.

Kita akan lihat bagaimana pasukan TNI sebagian besar berperlengkapan seadanya, bahkan sering tanpa alas kaki. Tapi ini semua tidak menghalangi mereka untuk berbaris dengan bangga memasuki area permulaan hijrah. Ini akan sangat mendukung pernyataan bahwa TNI itu memang "berasal dari rakyat".

Beberapa foto lain akan memperlihatkan bagaimana beragamnya senjata TNI. Senjata-senjata itu harus diserahkan ke pihak Belanda sebelum proses hijrah dimulai. Kita akan lihat senapan dan mitraliur, granat dan ranjau, hingga ke pedang samurai Jepang, bahkan sampai ke ban-ban mobil untuk diserahkan ke pihak Belanda.

Kita juga akan lihat bahwa pasukan TNI bukan hanya lelaki, tetapi juga dari kaum perempuan. Ini sangat menarik buat pihak Belanda sehingga mereka membuat beberapa foto dari para pejuang wanita ini. Selain pejuang wanita, Belanda juga mencatat bahwa ada juga pejuang TNI yang masih bisa dikategorikan sebagai anak-anak. Selain itu, juru foto Belanda memperlihatkan bagaimana isteri dan keluarga pejuang TNI rela ikut meninggalkan kampung halaman mereka menuju wilayah baru yang boleh jadi tidak pernah mereka kenal atau lihat sebelumnya.

Selanjutnya, di beberapa foto akan kita lihat bagaimana pejuang TNI bisa ngobrol santai dengan pasukan Belanda, malah berfoto bersama sambil tersenyum. Suatu hal yang boleh jadi tak terbayangkan sebelumnya ketika kedua belah pihak masih saling bertempur.

Selamat menyimak bagian dari sejarah kita ini!

(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)

Waktu: 10 Februari 1948
Tempat: Kuningan (Jawa Barat)
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer: N. Kroeze
Sumber / Hak cipta: Het Nationaal Archief
Catatan: Kemungkinan besar proses hijrah TNI dari Kuningan dilaksanakan dalam beberapa tahap yang berlangsung dari tanggal 6 hingga 10 Februari 1948. Karenanya foto-foto ini berasal dari pelbagai tanggal.

Rabu, 19 April 2017

Pasukan Belanda di Papua pada masa Trikora, 1962

8 Juni 1962: Pasukan Belanda setelah satu pertempuran melawan pasukan payung Indonesia di sekitar Jayapura
(klik untuk memperbesar | © spaarnestad)
2 Juni 1962: Pasukan Belanda bersiap menghadang kedatangan prajurit Indonesia
(klik untuk memperbesar | © spaarnestad)
Waktu: Juni 1962
Tempat: Papua
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Spaarnestad Photo
Catatan:

Selasa, 18 April 2017

TNI hijrah dari Kuningan (14): Pasukan TNI siap diangkut truk militer Belanda

PENGANTAR

Perundingan Renville menghasilkan keputusan yang diperdebatkan: di satu sisi, Belanda mengakui secara resmi eksistensi Republik Indonesia; di sisi lain, Republik Indonesia hanya diakui di Yogyakarta serta sebagian dari wilayah Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Salah satu konsekuensinya adalah bahwa pasukan TNI harus hengkang dari luar wilayah itu. Maka dimulailah proses perpindahan pejuang TNI secara besar-besaran yang dikenal dengan istilah hijrah.

Banyak wilayah di Jawa Barat menjadi tempat awal proses hijrah. Pasukan TNI berkumpul a.l. di Cianjur, Cicurug, Ciwidey, Kuningan, Purwakarta, dan Sukabumi untuk meninggalkan kampung halaman dan tempat perjuangan menuju Jawa Tengah. Tapi bukan hanya dari Jawa Barat, proses hijrah juga tercatat terjadi di Sumatera Selatan (pangkalan udara Karang Endah, Gelumbang, Muara Enim), Jawa Tengah (Banyumas, Kroya), dan Jawa Timur (Bangil).

Pihak Belanda lumayan banyak membuat foto dari peristiwa ini. Betapa tidak, inilah kesempatan Belanda untuk mendokumentasikan pejuang TNI tanpa harus takut adanya baku tembak.

Kita akan lihat bagaimana pasukan TNI sebagian besar berperlengkapan seadanya, bahkan sering tanpa alas kaki. Tapi ini semua tidak menghalangi mereka untuk berbaris dengan bangga memasuki area permulaan hijrah. Ini akan sangat mendukung pernyataan bahwa TNI itu memang "berasal dari rakyat".

Beberapa foto lain akan memperlihatkan bagaimana beragamnya senjata TNI. Senjata-senjata itu harus diserahkan ke pihak Belanda sebelum proses hijrah dimulai. Kita akan lihat senapan dan mitraliur, granat dan ranjau, hingga ke pedang samurai Jepang, bahkan sampai ke ban-ban mobil untuk diserahkan ke pihak Belanda.

Kita juga akan lihat bahwa pasukan TNI bukan hanya lelaki, tetapi juga dari kaum perempuan. Ini sangat menarik buat pihak Belanda sehingga mereka membuat beberapa foto dari para pejuang wanita ini. Selain pejuang wanita, Belanda juga mencatat bahwa ada juga pejuang TNI yang masih bisa dikategorikan sebagai anak-anak. Selain itu, juru foto Belanda memperlihatkan bagaimana isteri dan keluarga pejuang TNI rela ikut meninggalkan kampung halaman mereka menuju wilayah baru yang boleh jadi tidak pernah mereka kenal atau lihat sebelumnya.

Selanjutnya, di beberapa foto akan kita lihat bagaimana pejuang TNI bisa ngobrol santai dengan pasukan Belanda, malah berfoto bersama sambil tersenyum. Suatu hal yang boleh jadi tak terbayangkan sebelumnya ketika kedua belah pihak masih saling bertempur.

Selamat menyimak bagian dari sejarah kita ini!

(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Waktu: 6/8/10 Februari 1948 (dua foto pertama tanggal 6, dua foto berikutnya tanggal 8, tiga foto terakhir tanggal 10)
Tempat: Kuningan (Jawa Barat)
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer: N. Kroeze
Sumber / Hak cipta: Het Nationaal Archief
Catatan: Proses hijrah TNI dari Kuningan dilaksanakan dalam beberapa tahap yang berlangsung dari tanggal 6 hingga 10 Februari 1948. Karenanya foto-foto ini berasal dari pelbagai tanggal.

Senin, 17 April 2017

Mr. Assaat gelar Datuk Mudo ketika menjadi pimpinan sidang BP-KNIP di Malang, 1947

Mr. Assaat (kanan)
(klik untuk memperbesar | © fotoleren)
Mr. Assaat (kanan)
(klik untuk memperbesar | © fotoleren)
Mr. Assaat (kanan)
(klik untuk memperbesar | © fotoleren)
Mr. Assaat (kanan)
(klik untuk memperbesar | © fotoleren)
Mr. Assaat (kanan)
(klik untuk memperbesar | © fotoleren)
Waktu: Februari/Maret 1947
Tempat: Malang
Tokoh: Assaat (tokoh kemerdekaan yang kelak menjadi Ketua KNIP dan kemudian menjadi Pejabat Presiden RI ketika Soekarno diangkat menjadi Presiden RIS)
Peristiwa:
Fotografer: Cas Oorthuys
Sumber / Hak cipta: Fotoleren
Catatan: