Jumat, 31 Maret 2017

TNI hijrah dari Kuningan (5): Apel pasukan TNI di lokasi kumpul

PENGANTAR

Perundingan Renville menghasilkan keputusan yang diperdebatkan: di satu sisi, Belanda mengakui secara resmi eksistensi Republik Indonesia; di sisi lain, Republik Indonesia hanya diakui di Yogyakarta serta sebagian dari wilayah Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Salah satu konsekuensinya adalah bahwa pasukan TNI harus hengkang dari luar wilayah itu. Maka dimulailah proses perpindahan pejuang TNI secara besar-besaran yang dikenal dengan istilah hijrah.

Banyak wilayah di Jawa Barat menjadi tempat awal proses hijrah. Pasukan TNI berkumpul a.l. di Cianjur, Cicurug, Ciwidey, Kuningan, Purwakarta, dan Sukabumi untuk meninggalkan kampung halaman dan tempat perjuangan menuju Jawa Tengah. Tapi bukan hanya dari Jawa Barat, proses hijrah juga tercatat terjadi di Sumatera Selatan (pangkalan udara Karang Endah, Gelumbang, Muara Enim), Jawa Tengah (Banyumas, Kroya), dan Jawa Timur (Bangil).

Pihak Belanda lumayan banyak membuat foto dari peristiwa ini. Betapa tidak, inilah kesempatan Belanda untuk mendokumentasikan pejuang TNI tanpa harus takut adanya baku tembak.

Kita akan lihat bagaimana pasukan TNI sebagian besar berperlengkapan seadanya, bahkan sering tanpa alas kaki. Tapi ini semua tidak menghalangi mereka untuk berbaris dengan bangga memasuki area permulaan hijrah. Ini akan sangat mendukung pernyataan bahwa TNI itu memang "berasal dari rakyat".

Beberapa foto lain akan memperlihatkan bagaimana beragamnya senjata TNI. Senjata-senjata itu harus diserahkan ke pihak Belanda sebelum proses hijrah dimulai. Kita akan lihat senapan dan mitraliur, granat dan ranjau, hingga ke pedang samurai Jepang, bahkan sampai ke ban-ban mobil untuk diserahkan ke pihak Belanda.

Kita juga akan lihat bahwa pasukan TNI bukan hanya lelaki, tetapi juga dari kaum perempuan. Ini sangat menarik buat pihak Belanda sehingga mereka membuat beberapa foto dari para pejuang wanita ini. Selain pejuang wanita, Belanda juga mencatat bahwa ada juga pejuang TNI yang masih bisa dikategorikan sebagai anak-anak. Selain itu, juru foto Belanda memperlihatkan bagaimana isteri dan keluarga pejuang TNI rela ikut meninggalkan kampung halaman mereka menuju wilayah baru yang boleh jadi tidak pernah mereka kenal atau lihat sebelumnya.

Selanjutnya, di beberapa foto akan kita lihat bagaimana pejuang TNI bisa ngobrol santai dengan pasukan Belanda, malah berfoto bersama sambil tersenyum. Suatu hal yang boleh jadi tak terbayangkan sebelumnya ketika kedua belah pihak masih saling bertempur.

Selamat menyimak bagian dari sejarah kita ini!

(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Waktu: 6 dan 10 Februari 1948
Tempat: Kuningan (Jawa Barat)
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer: N. Kroeze
Sumber / Hak cipta: Het Nationaal Archief
Catatan: Kemungkinan besar proses hijrah TNI dari Kuningan dilaksanakan dalam beberapa tahap yang berlangsung dari tanggal 6 hingga 10 Februari 1948. Karenanya foto-foto ini berasal dari pelbagai tanggal; foto bawah dari tanggal 6, dua foto atas dari tanggal 10.

Kamis, 30 Maret 2017

Warga Bandung mengadakan hajatan di tahun 1930-an

(klik untuk memperbesar | © fotoleren)
(klik untuk memperbesar | © fotoleren)
Waktu: 1947
Tempat: Bandung
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer: Kerkhoff, Wijnand Elbert (foto atas); Alphons Louis Marie Antoine Hubert Hustinx (foto bawah)
Sumber / Hak cipta: Fotoleren
Catatan:

Rabu, 29 Maret 2017

TNI hijrah dari Kuningan (4): Wajah-wajah pasukan TNI yang siap hijrah

PENGANTAR

Perundingan Renville menghasilkan keputusan yang diperdebatkan: di satu sisi, Belanda mengakui secara resmi eksistensi Republik Indonesia; di sisi lain, Republik Indonesia hanya diakui di Yogyakarta serta sebagian dari wilayah Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Salah satu konsekuensinya adalah bahwa pasukan TNI harus hengkang dari luar wilayah itu. Maka dimulailah proses perpindahan pejuang TNI secara besar-besaran yang dikenal dengan istilah hijrah.

Banyak wilayah di Jawa Barat menjadi tempat awal proses hijrah. Pasukan TNI berkumpul a.l. di Cianjur, Cicurug, Ciwidey, Kuningan, Purwakarta, dan Sukabumi untuk meninggalkan kampung halaman dan tempat perjuangan menuju Jawa Tengah. Tapi bukan hanya dari Jawa Barat, proses hijrah juga tercatat terjadi di Sumatera Selatan (pangkalan udara Karang Endah, Gelumbang, Muara Enim), Jawa Tengah (Banyumas, Kroya), dan Jawa Timur (Bangil).

Pihak Belanda lumayan banyak membuat foto dari peristiwa ini. Betapa tidak, inilah kesempatan Belanda untuk mendokumentasikan pejuang TNI tanpa harus takut adanya baku tembak.

Kita akan lihat bagaimana pasukan TNI sebagian besar berperlengkapan seadanya, bahkan sering tanpa alas kaki. Tapi ini semua tidak menghalangi mereka untuk berbaris dengan bangga memasuki area permulaan hijrah. Ini akan sangat mendukung pernyataan bahwa TNI itu memang "berasal dari rakyat".

Beberapa foto lain akan memperlihatkan bagaimana beragamnya senjata TNI. Senjata-senjata itu harus diserahkan ke pihak Belanda sebelum proses hijrah dimulai. Kita akan lihat senapan dan mitraliur, granat dan ranjau, hingga ke pedang samurai Jepang, bahkan sampai ke ban-ban mobil untuk diserahkan ke pihak Belanda.

Kita juga akan lihat bahwa pasukan TNI bukan hanya lelaki, tetapi juga dari kaum perempuan. Ini sangat menarik buat pihak Belanda sehingga mereka membuat beberapa foto dari para pejuang wanita ini. Selain pejuang wanita, Belanda juga mencatat bahwa ada juga pejuang TNI yang masih bisa dikategorikan sebagai anak-anak. Selain itu, juru foto Belanda memperlihatkan bagaimana isteri dan keluarga pejuang TNI rela ikut meninggalkan kampung halaman mereka menuju wilayah baru yang boleh jadi tidak pernah mereka kenal atau lihat sebelumnya.

Selanjutnya, di beberapa foto akan kita lihat bagaimana pejuang TNI bisa ngobrol santai dengan pasukan Belanda, malah berfoto bersama sambil tersenyum. Suatu hal yang boleh jadi tak terbayangkan sebelumnya ketika kedua belah pihak masih saling bertempur.

Selamat menyimak bagian dari sejarah kita ini!

(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)

Waktu: 10 Februari 1948
Tempat: Kuningan (Jawa Barat)
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer: N. Kroeze
Sumber / Hak cipta: Het Nationaal Archief
Catatan:

Selasa, 28 Maret 2017

Coretan para pejuang di Majalengka dan Sukabumi semasa Aksi Polisionil 1, 1947

Majalengka: "Belanda Soedah Menjerah - Kembalikan Si Reken"
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Sukabumi: "Merdeka - Sabarlah Sdr2 Sekalian - Djangan Menoeroetkan Nafsoe"
(klik untuk memperbesar | © spaarnestad)
Waktu: Juli 1947
Tempat: Majalengka, Sukabumi
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer: Hugo Wilmar (foto bawah)
Sumber / Hak cipta: Het Nationaal Archief (foto atas) & Spaarnestad Photo (foto bawah)
Catatan: "Si Reken" kemungkinan adalah seorang perempuan yang dikabarkan diculik Belanda semasa perang kemerdekaan.


UPDATE 2 Januari 2020
Foto nomor 2 dalam ukuran yang lebih besar:

(klik untuk memperbesar | © Het Geheugen / Spaanerstad)

Senin, 27 Maret 2017

TNI hijrah dari Kuningan (3): Pasukan TNI tanpa alas kaki berdatangan

PENGANTAR

Perundingan Renville menghasilkan keputusan yang diperdebatkan: di satu sisi, Belanda mengakui secara resmi eksistensi Republik Indonesia; di sisi lain, Republik Indonesia hanya diakui di Yogyakarta serta sebagian dari wilayah Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Salah satu konsekuensinya adalah bahwa pasukan TNI harus hengkang dari luar wilayah itu. Maka dimulailah proses perpindahan pejuang TNI secara besar-besaran yang dikenal dengan istilah hijrah.

Banyak wilayah di Jawa Barat menjadi tempat awal proses hijrah. Pasukan TNI berkumpul a.l. di Cianjur, Cicurug, Ciwidey, Kuningan, Purwakarta, dan Sukabumi untuk meninggalkan kampung halaman dan tempat perjuangan menuju Jawa Tengah. Tapi bukan hanya dari Jawa Barat, proses hijrah juga tercatat terjadi di Sumatera Selatan (pangkalan udara Karang Endah, Gelumbang, Muara Enim), Jawa Tengah (Banyumas, Kroya), dan Jawa Timur (Bangil).

Pihak Belanda lumayan banyak membuat foto dari peristiwa ini. Betapa tidak, inilah kesempatan Belanda untuk mendokumentasikan pejuang TNI tanpa harus takut adanya baku tembak.

Kita akan lihat bagaimana pasukan TNI sebagian besar berperlengkapan seadanya, bahkan sering tanpa alas kaki. Tapi ini semua tidak menghalangi mereka untuk berbaris dengan bangga memasuki area permulaan hijrah. Ini akan sangat mendukung pernyataan bahwa TNI itu memang "berasal dari rakyat".

Beberapa foto lain akan memperlihatkan bagaimana beragamnya senjata TNI. Senjata-senjata itu harus diserahkan ke pihak Belanda sebelum proses hijrah dimulai. Kita akan lihat senapan dan mitraliur, granat dan ranjau, hingga ke pedang samurai Jepang, bahkan sampai ke ban-ban mobil untuk diserahkan ke pihak Belanda.

Kita juga akan lihat bahwa pasukan TNI bukan hanya lelaki, tetapi juga dari kaum perempuan. Ini sangat menarik buat pihak Belanda sehingga mereka membuat beberapa foto dari para pejuang wanita ini. Selain pejuang wanita, Belanda juga mencatat bahwa ada juga pejuang TNI yang masih bisa dikategorikan sebagai anak-anak. Selain itu, juru foto Belanda memperlihatkan bagaimana isteri dan keluarga pejuang TNI rela ikut meninggalkan kampung halaman mereka menuju wilayah baru yang boleh jadi tidak pernah mereka kenal atau lihat sebelumnya.

Selanjutnya, di beberapa foto akan kita lihat bagaimana pejuang TNI bisa ngobrol santai dengan pasukan Belanda, malah berfoto bersama sambil tersenyum. Suatu hal yang boleh jadi tak terbayangkan sebelumnya ketika kedua belah pihak masih saling bertempur.

Selamat menyimak bagian dari sejarah kita ini!

(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Waktu: 8 (atau10?) Februari 1948
Tempat: Kuningan (Jawa Barat)
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer: N. Kroeze
Sumber / Hak cipta: Het Nationaal Archief
Catatan:

Minggu, 26 Maret 2017

Pertunjukan gulat di Bandung sekitar tahun 1938

(klik untuk memperbesar | © fotoleren)

Waktu: 1938 /1939
Tempat: Bandung
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer: Alphons Louis Marie Antoine Hubert Hustinx
Sumber / Hak cipta: Fotoleren
Catatan:

Sabtu, 25 Maret 2017

TNI hijrah dari Kuningan (2): Barisan TNI mulai memasuki tempat berkumpul

PENGANTAR

Perundingan Renville menghasilkan keputusan yang diperdebatkan: di satu sisi, Belanda mengakui secara resmi eksistensi Republik Indonesia; di sisi lain, Republik Indonesia hanya diakui di Yogyakarta serta sebagian dari wilayah Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Salah satu konsekuensinya adalah bahwa pasukan TNI harus hengkang dari luar wilayah itu. Maka dimulailah proses perpindahan pejuang TNI secara besar-besaran yang dikenal dengan istilah hijrah.

Banyak wilayah di Jawa Barat menjadi tempat awal proses hijrah. Pasukan TNI berkumpul a.l. di Cianjur, Cicurug, Ciwidey, Kuningan, Purwakarta, dan Sukabumi untuk meninggalkan kampung halaman dan tempat perjuangan menuju Jawa Tengah. Tapi bukan hanya dari Jawa Barat, proses hijrah juga tercatat terjadi di Sumatera Selatan (pangkalan udara Karang Endah, Gelumbang, Muara Enim), Jawa Tengah (Banyumas, Kroya), dan Jawa Timur (Bangil).

Pihak Belanda lumayan banyak membuat foto dari peristiwa ini. Betapa tidak, inilah kesempatan Belanda untuk mendokumentasikan pejuang TNI tanpa harus takut adanya baku tembak.

Kita akan lihat bagaimana pasukan TNI sebagian besar berperlengkapan seadanya, bahkan sering tanpa alas kaki. Tapi ini semua tidak menghalangi mereka untuk berbaris dengan bangga memasuki area permulaan hijrah. Ini akan sangat mendukung pernyataan bahwa TNI itu memang "berasal dari rakyat".

Beberapa foto lain akan memperlihatkan bagaimana beragamnya senjata TNI. Senjata-senjata itu harus diserahkan ke pihak Belanda sebelum proses hijrah dimulai. Kita akan lihat senapan dan mitraliur, granat dan ranjau, hingga ke pedang samurai Jepang, bahkan sampai ke ban-ban mobil untuk diserahkan ke pihak Belanda.

Kita juga akan lihat bahwa pasukan TNI bukan hanya lelaki, tetapi juga dari kaum perempuan. Ini sangat menarik buat pihak Belanda sehingga mereka membuat beberapa foto dari para pejuang wanita ini. Selain pejuang wanita, Belanda juga mencatat bahwa ada juga pejuang TNI yang masih bisa dikategorikan sebagai anak-anak. Selain itu, juru foto Belanda memperlihatkan bagaimana isteri dan keluarga pejuang TNI rela ikut meninggalkan kampung halaman mereka menuju wilayah baru yang boleh jadi tidak pernah mereka kenal atau lihat sebelumnya.

Selanjutnya, di beberapa foto akan kita lihat bagaimana pejuang TNI bisa ngobrol santai dengan pasukan Belanda, malah berfoto bersama sambil tersenyum. Suatu hal yang boleh jadi tak terbayangkan sebelumnya ketika kedua belah pihak masih saling bertempur.

Selamat menyimak bagian dari sejarah kita ini!

(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Waktu: 6 Februari 1948
Tempat: Kuningan (Jawa Barat)
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer: N. Kroeze
Sumber / Hak cipta: Het Nationaal Archief
Catatan:

Jumat, 24 Maret 2017

Ajakan pemerintah daerah Banyumas agar masyarakat menabung, 1947

"Doewit ing Bank, Ati Ora Soemelang"
(klik untuk memperbesar | © spaarnestad)
Waktu: 27 Juli 1947
Tempat: Purwokerto
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer: Hugo Wilmar
Sumber / Hak cipta: Spaarnestad Photo
Catatan: Mural ini dibuat oleh "Djawatan Penerangan Daerah Banjoemas" tanggal 19 September 1946.

Kamis, 23 Maret 2017

TNI hijrah dari Kuningan (1): Militer Belanda menunggu kedatangan pasukan TNI

PENGANTAR

Perundingan Renville menghasilkan keputusan yang diperdebatkan: di satu sisi, Belanda mengakui secara resmi eksistensi Republik Indonesia; di sisi lain, Republik Indonesia hanya diakui di Yogyakarta serta sebagian dari wilayah Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Salah satu konsekuensinya adalah bahwa pasukan TNI harus hengkang dari luar wilayah itu. Maka dimulailah proses perpindahan pejuang TNI secara besar-besaran yang dikenal dengan istilah hijrah.

Banyak wilayah di Jawa Barat menjadi tempat awal proses hijrah. Pasukan TNI berkumpul a.l. di Cianjur, Cicurug, Ciwidey, Kuningan, Purwakarta, dan Sukabumi untuk meninggalkan kampung halaman dan tempat perjuangan menuju Jawa Tengah. Tapi bukan hanya dari Jawa Barat, proses hijrah juga tercatat terjadi di Sumatera Selatan (pangkalan udara Karang Endah, Gelumbang, Muara Enim), Jawa Tengah (Banyumas, Kroya), dan Jawa Timur (Bangil).

Pihak Belanda lumayan banyak membuat foto dari peristiwa ini. Betapa tidak, inilah kesempatan Belanda untuk mendokumentasikan pejuang TNI tanpa harus takut adanya baku tembak.

Kita akan lihat bagaimana pasukan TNI sebagian besar berperlengkapan seadanya, bahkan sering tanpa alas kaki. Tapi ini semua tidak menghalangi mereka untuk berbaris dengan bangga memasuki area permulaan hijrah. Ini akan sangat mendukung pernyataan bahwa TNI itu memang "berasal dari rakyat".

Beberapa foto lain akan memperlihatkan bagaimana beragamnya senjata TNI. Senjata-senjata itu harus diserahkan ke pihak Belanda sebelum proses hijrah dimulai. Kita akan lihat senapan dan mitraliur, granat dan ranjau, hingga ke pedang samurai Jepang, bahkan sampai ke ban-ban mobil untuk diserahkan ke pihak Belanda.

Kita juga akan lihat bahwa pasukan TNI bukan hanya lelaki, tetapi juga dari kaum perempuan. Ini sangat menarik buat pihak Belanda sehingga mereka membuat beberapa foto dari para pejuang wanita ini. Selain pejuang wanita, Belanda juga mencatat bahwa ada juga pejuang TNI yang masih bisa dikategorikan sebagai anak-anak. Selain itu, juru foto Belanda memperlihatkan bagaimana isteri dan keluarga pejuang TNI rela ikut meninggalkan kampung halaman mereka menuju wilayah baru yang boleh jadi tidak pernah mereka kenal atau lihat sebelumnya.

Selanjutnya, di beberapa foto akan kita lihat bagaimana pejuang TNI bisa ngobrol santai dengan pasukan Belanda, malah berfoto bersama sambil tersenyum. Suatu hal yang boleh jadi tak terbayangkan sebelumnya ketika kedua belah pihak masih saling bertempur.

Selamat menyimak bagian dari sejarah kita ini!

Militer Belanda berjaga di jalur masuk pasukan TNI
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Seorang prajurit Belanda meneropong untuk memeriksa kedatangan pasukan TNI
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Utusan TNI datang dengan membawa bendera putih sebagai tanda tak ada perseteruan
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Utusan TNI yang sayang belum teridentifikasi
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Waktu: 6 Februari 1948
Tempat: Kuningan (Jawa Barat)
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer: N. Kroeze
Sumber / Hak cipta: Het Nationaal Archief
Catatan:

Rabu, 22 Maret 2017

Sebuah kolam renang di Bandung tahun 1920-an

(klik untuk memperbesar | © fotoleren)

Waktu: 1920-an
Tempat: Bandung
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer: Wijnand Elbert Kerkhoff
Sumber / Hak cipta: Fotoleren
Catatan:

Selasa, 21 Maret 2017

TNI hijrah dari Muara Enim (6): prajurit TNI diangkut truk Belanda

PENGANTAR

Perundingan Renville menghasilkan keputusan yang diperdebatkan: di satu sisi, Belanda mengakui secara resmi eksistensi Republik Indonesia; di sisi lain, Republik Indonesia hanya diakui di Yogyakarta serta sebagian dari wilayah Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Salah satu konsekuensinya adalah bahwa pasukan TNI harus hengkang dari luar wilayah itu. Maka dimulailah proses perpindahan pejuang TNI secara besar-besaran yang dikenal dengan istilah hijrah.

Banyak wilayah di Jawa Barat menjadi tempat awal proses hijrah. Pasukan TNI berkumpul a.l. di Cianjur, Cicurug, Ciwidey, Kuningan, Purwakarta, dan Sukabumi untuk meninggalkan kampung halaman dan tempat perjuangan menuju Jawa Tengah. Tapi bukan hanya dari Jawa Barat, proses hijrah juga tercatat terjadi di Sumatera Selatan (pangkalan udara Karang Endah, Gelumbang, Muara Enim), Jawa Tengah (Banyumas, Kroya), dan Jawa Timur (Bangil).

Pihak Belanda lumayan banyak membuat foto dari peristiwa ini. Betapa tidak, inilah kesempatan Belanda untuk mendokumentasikan pejuang TNI tanpa harus takut adanya baku tembak.

Kita akan lihat bagaimana pasukan TNI sebagian besar berperlengkapan seadanya, bahkan sering tanpa alas kaki. Tapi ini semua tidak menghalangi mereka untuk berbaris dengan bangga memasuki area permulaan hijrah. Ini akan sangat mendukung pernyataan bahwa TNI itu memang "berasal dari rakyat".

Beberapa foto lain akan memperlihatkan bagaimana beragamnya senjata TNI. Senjata-senjata itu harus diserahkan ke pihak Belanda sebelum proses hijrah dimulai. Kita akan lihat senapan dan mitraliur, granat dan ranjau, hingga ke pedang samurai Jepang, bahkan sampai ke ban-ban mobil untuk diserahkan ke pihak Belanda.

Kita juga akan lihat bahwa pasukan TNI bukan hanya lelaki, tetapi juga dari kaum perempuan. Ini sangat menarik buat pihak Belanda sehingga mereka membuat beberapa foto dari para pejuang wanita ini. Selain pejuang wanita, Belanda juga mencatat bahwa ada juga pejuang TNI yang masih bisa dikategorikan sebagai anak-anak. Selain itu, juru foto Belanda memperlihatkan bagaimana isteri dan keluarga pejuang TNI rela ikut meninggalkan kampung halaman mereka menuju wilayah baru yang boleh jadi tidak pernah mereka kenal atau lihat sebelumnya.

Selanjutnya, di beberapa foto akan kita lihat bagaimana pejuang TNI bisa ngobrol santai dengan pasukan Belanda, malah berfoto bersama sambil tersenyum. Suatu hal yang boleh jadi tak terbayangkan sebelumnya ketika kedua belah pihak masih saling bertempur.

Selamat menyimak bagian dari sejarah kita ini!

(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Waktu: 8 Februari 1948 (3 Februari 1948 untuk foto bawah)
Tempat: Pangkalan Udara Karang Endah (Gelumbang, Muara Enim)
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer: Bosman
Sumber / Hak cipta: Het Nationaal Archief
Catatan: Foto terakhir kemungkinan besar bukan dari pangkalan Karang Endah; boleh jadi itu truk yang mengangkut keluarga prajurit yang ikut hijrah (?).

Senin, 20 Maret 2017

Senjata dan bahan propaganda yang direbut Belanda dari pejuang kiri di Surabaya, 1947

Gambar Karl Marx, Friedrich Engels, Lenin, dan Josef Stalin sebagai "Bapak Proletaar" di markas Lasykar Merah
(klik untuk memperbesar | © spaarnestad)
Pamflet perjuangan yang direbut Belanda
(klik untuk memperbesar | © spaarnestad)
Senjata dan pamflet perjuangan yang jatuh ke tangan Belanda
(klik untuk memperbesar | © spaarnestad)
Waktu: Juli 1947
Tempat: Surabaya
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer: Hugo Wilmar
Sumber / Hak cipta: Spaarnestad Photo
Catatan:


UPDATE 2 Januari 2020
Foto yang sama dalam ukuran yang lebih besar:

(klik untuk memperbesar | © Het Geheugen / Spaanerstad)
(klik untuk memperbesar | © Het Geheugen / Spaanerstad)
(klik untuk memperbesar | © Het Geheugen / Spaanerstad)


Minggu, 19 Maret 2017

TNI hijrah dari Muara Enim (5): pemeriksaan kesehatan prajurit TNI oleh pihak Belanda

PENGANTAR

Perundingan Renville menghasilkan keputusan yang diperdebatkan: di satu sisi, Belanda mengakui secara resmi eksistensi Republik Indonesia; di sisi lain, Republik Indonesia hanya diakui di Yogyakarta serta sebagian dari wilayah Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Salah satu konsekuensinya adalah bahwa pasukan TNI harus hengkang dari luar wilayah itu. Maka dimulailah proses perpindahan pejuang TNI secara besar-besaran yang dikenal dengan istilah hijrah.

Banyak wilayah di Jawa Barat menjadi tempat awal proses hijrah. Pasukan TNI berkumpul a.l. di Cianjur, Cicurug, Ciwidey, Kuningan, Purwakarta, dan Sukabumi untuk meninggalkan kampung halaman dan tempat perjuangan menuju Jawa Tengah. Tapi bukan hanya dari Jawa Barat, proses hijrah juga tercatat terjadi di Sumatera Selatan (pangkalan udara Karang Endah, Gelumbang, Muara Enim), Jawa Tengah (Banyumas, Kroya), dan Jawa Timur (Bangil).

Pihak Belanda lumayan banyak membuat foto dari peristiwa ini. Betapa tidak, inilah kesempatan Belanda untuk mendokumentasikan pejuang TNI tanpa harus takut adanya baku tembak.

Kita akan lihat bagaimana pasukan TNI sebagian besar berperlengkapan seadanya, bahkan sering tanpa alas kaki. Tapi ini semua tidak menghalangi mereka untuk berbaris dengan bangga memasuki area permulaan hijrah. Ini akan sangat mendukung pernyataan bahwa TNI itu memang "berasal dari rakyat".

Beberapa foto lain akan memperlihatkan bagaimana beragamnya senjata TNI. Senjata-senjata itu harus diserahkan ke pihak Belanda sebelum proses hijrah dimulai. Kita akan lihat senapan dan mitraliur, granat dan ranjau, hingga ke pedang samurai Jepang, bahkan sampai ke ban-ban mobil untuk diserahkan ke pihak Belanda.

Kita juga akan lihat bahwa pasukan TNI bukan hanya lelaki, tetapi juga dari kaum perempuan. Ini sangat menarik buat pihak Belanda sehingga mereka membuat beberapa foto dari para pejuang wanita ini. Selain pejuang wanita, Belanda juga mencatat bahwa ada juga pejuang TNI yang masih bisa dikategorikan sebagai anak-anak. Selain itu, juru foto Belanda memperlihatkan bagaimana isteri dan keluarga pejuang TNI rela ikut meninggalkan kampung halaman mereka menuju wilayah baru yang boleh jadi tidak pernah mereka kenal atau lihat sebelumnya.

Selanjutnya, di beberapa foto akan kita lihat bagaimana pejuang TNI bisa ngobrol santai dengan pasukan Belanda, malah berfoto bersama sambil tersenyum. Suatu hal yang boleh jadi tak terbayangkan sebelumnya ketika kedua belah pihak masih saling bertempur.

Selamat menyimak bagian dari sejarah kita ini!

(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Waktu: 8 Februari 1948
Tempat: Pangkalan Udara Karang Endah (Gelumbang, Muara Enim)
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer: Bosman
Sumber / Hak cipta: Het Nationaal Archief
Catatan:

Sabtu, 18 Maret 2017

Pertemuan Tjarda Stachouwer dengan Paku Alam VIII, 1937

(klik untuk memperbesar | © spaarnestad)
Waktu: 1937
Tempat: Yogyakarta
Tokoh: Paku Alam VIII (kanan), Tjarda van Starkenborgh Stachouwer (tengah; Gubernur Jenderal Hindia Belanda 1936-1942)
Peristiwa: Kunjungan Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh Stachouwer beserta para petinggi Belanda ke Pakualaman di Yogyakarta.
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Spaarnestad Photo
Catatan: Lihat juga pertemuan Tjarda dengan Hamengkubuwono VIII.

Jumat, 17 Maret 2017

TNI hijrah dari Muara Enim (4): pasukan Belanda menonton kerumunan prajurit TNI

PENGANTAR

Perundingan Renville menghasilkan keputusan yang diperdebatkan: di satu sisi, Belanda mengakui secara resmi eksistensi Republik Indonesia; di sisi lain, Republik Indonesia hanya diakui di Yogyakarta serta sebagian dari wilayah Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Salah satu konsekuensinya adalah bahwa pasukan TNI harus hengkang dari luar wilayah itu. Maka dimulailah proses perpindahan pejuang TNI secara besar-besaran yang dikenal dengan istilah hijrah.

Banyak wilayah di Jawa Barat menjadi tempat awal proses hijrah. Pasukan TNI berkumpul a.l. di Cianjur, Cicurug, Ciwidey, Kuningan, Purwakarta, dan Sukabumi untuk meninggalkan kampung halaman dan tempat perjuangan menuju Jawa Tengah. Tapi bukan hanya dari Jawa Barat, proses hijrah juga tercatat terjadi di Sumatera Selatan (pangkalan udara Karang Endah, Gelumbang, Muara Enim), Jawa Tengah (Banyumas, Kroya), dan Jawa Timur (Bangil).

Pihak Belanda lumayan banyak membuat foto dari peristiwa ini. Betapa tidak, inilah kesempatan Belanda untuk mendokumentasikan pejuang TNI tanpa harus takut adanya baku tembak.

Kita akan lihat bagaimana pasukan TNI sebagian besar berperlengkapan seadanya, bahkan sering tanpa alas kaki. Tapi ini semua tidak menghalangi mereka untuk berbaris dengan bangga memasuki area permulaan hijrah. Ini akan sangat mendukung pernyataan bahwa TNI itu memang "berasal dari rakyat".

Beberapa foto lain akan memperlihatkan bagaimana beragamnya senjata TNI. Senjata-senjata itu harus diserahkan ke pihak Belanda sebelum proses hijrah dimulai. Kita akan lihat senapan dan mitraliur, granat dan ranjau, hingga ke pedang samurai Jepang, bahkan sampai ke ban-ban mobil untuk diserahkan ke pihak Belanda.

Kita juga akan lihat bahwa pasukan TNI bukan hanya lelaki, tetapi juga dari kaum perempuan. Ini sangat menarik buat pihak Belanda sehingga mereka membuat beberapa foto dari para pejuang wanita ini. Selain pejuang wanita, Belanda juga mencatat bahwa ada juga pejuang TNI yang masih bisa dikategorikan sebagai anak-anak. Selain itu, juru foto Belanda memperlihatkan bagaimana isteri dan keluarga pejuang TNI rela ikut meninggalkan kampung halaman mereka menuju wilayah baru yang boleh jadi tidak pernah mereka kenal atau lihat sebelumnya.

Selanjutnya, di beberapa foto akan kita lihat bagaimana pejuang TNI bisa ngobrol santai dengan pasukan Belanda, malah berfoto bersama sambil tersenyum. Suatu hal yang boleh jadi tak terbayangkan sebelumnya ketika kedua belah pihak masih saling bertempur.

Selamat menyimak bagian dari sejarah kita ini!

(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Waktu: 8 Februari 1948
Tempat: Pangkalan Udara Karang Endah (Gelumbang, Muara Enim)
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer: Bosman
Sumber / Hak cipta: Het Nationaal Archief
Catatan:

Kamis, 16 Maret 2017

Pertemuan Frank Graham dan Eelco van Kleffens setelah perjanjian Renville, 1948

(klik untuk memperbesar | © gahetna/spaarnestad)

Waktu: 28 Februari 1948
Tempat: Jakarta
Tokoh: Frank Porter Graham (senator Amerika Serikat, Ketua Komisi Jasa-jasa Baik PBB; kiri), Eelco van Kleffens (diplomat, Wakil Belanda di PBB; kanan)
Peristiwa: Frank Graham bertemu van Kleffens setelah melapor ke Dewan Keamanan PBB mengenai perundingan-perundingan antara Belanda dan Indonesia yang berujung pada perjanjian Renville.
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Spaarnestad Photo / Het Nationaal Archief
Catatan: Enam tahun kemudian van Kleffens menjadi Presiden Majelis Umum PBB.

Rabu, 15 Maret 2017

TNI hijrah dari Muara Enim (3): apel prajurit di pangkalan Karang Endah

PENGANTAR

Perundingan Renville menghasilkan keputusan yang diperdebatkan: di satu sisi, Belanda mengakui secara resmi eksistensi Republik Indonesia; di sisi lain, Republik Indonesia hanya diakui di Yogyakarta serta sebagian dari wilayah Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Salah satu konsekuensinya adalah bahwa pasukan TNI harus hengkang dari luar wilayah itu. Maka dimulailah proses perpindahan pejuang TNI secara besar-besaran yang dikenal dengan istilah hijrah.

Banyak wilayah di Jawa Barat menjadi tempat awal proses hijrah. Pasukan TNI berkumpul a.l. di Cianjur, Cicurug, Ciwidey, Kuningan, Purwakarta, dan Sukabumi untuk meninggalkan kampung halaman dan tempat perjuangan menuju Jawa Tengah. Tapi bukan hanya dari Jawa Barat, proses hijrah juga tercatat terjadi di Sumatera Selatan (pangkalan udara Karang Endah, Gelumbang, Muara Enim), Jawa Tengah (Banyumas, Kroya), dan Jawa Timur (Bangil).

Pihak Belanda lumayan banyak membuat foto dari peristiwa ini. Betapa tidak, inilah kesempatan Belanda untuk mendokumentasikan pejuang TNI tanpa harus takut adanya baku tembak.

Kita akan lihat bagaimana pasukan TNI sebagian besar berperlengkapan seadanya, bahkan sering tanpa alas kaki. Tapi ini semua tidak menghalangi mereka untuk berbaris dengan bangga memasuki area permulaan hijrah. Ini akan sangat mendukung pernyataan bahwa TNI itu memang "berasal dari rakyat".

Beberapa foto lain akan memperlihatkan bagaimana beragamnya senjata TNI. Senjata-senjata itu harus diserahkan ke pihak Belanda sebelum proses hijrah dimulai. Kita akan lihat senapan dan mitraliur, granat dan ranjau, hingga ke pedang samurai Jepang, bahkan sampai ke ban-ban mobil untuk diserahkan ke pihak Belanda.

Kita juga akan lihat bahwa pasukan TNI bukan hanya lelaki, tetapi juga dari kaum perempuan. Ini sangat menarik buat pihak Belanda sehingga mereka membuat beberapa foto dari para pejuang wanita ini. Selain pejuang wanita, Belanda juga mencatat bahwa ada juga pejuang TNI yang masih bisa dikategorikan sebagai anak-anak. Selain itu, juru foto Belanda memperlihatkan bagaimana isteri dan keluarga pejuang TNI rela ikut meninggalkan kampung halaman mereka menuju wilayah baru yang boleh jadi tidak pernah mereka kenal atau lihat sebelumnya.

Selanjutnya, di beberapa foto akan kita lihat bagaimana pejuang TNI bisa ngobrol santai dengan pasukan Belanda, malah berfoto bersama sambil tersenyum. Suatu hal yang boleh jadi tak terbayangkan sebelumnya ketika kedua belah pihak masih saling bertempur.

Selamat menyimak bagian dari sejarah kita ini!

(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)

Waktu: 8 Februari 1948
Tempat: Pangkalan Udara Karang Endah (Gelumbang, Muara Enim)
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer: Bosman
Sumber / Hak cipta: Het Nationaal Archief
Catatan: